RESUME 4. PELATIHAN BELAJAR MENULIS PGRI ( THERESIA MARTINI )
RESUME 4. PELATIHAN BELAJAR MENULIS PGRI
Tema
: Menjadi
Penulis Buku Mayor
Hari
/ Tanggal : Jumat / 4 Maret
2022
Pukul : 19.00 – 21.00 wib
Gelombang : 23-24
Narasumber : Bpk. Joko Irawan Mumpuni
Moderator
: Ibu Widya Setianingsih
Woowwwww
…. Luaarrr biasa tema pertemuan ke-21 malam ini …..
Tema
yang akan disajikan kali ini, semakin menantang peserta untuk menjadi penulis
handal. Kalau ada kesempatan, siapa sih orangnya yang gak kepengen jadi seorang
penulis sukses dan terkenal ?
Pastinya
semua peserta gelombang 23-24, menginginkan berada di posisi seperti para
narasumber hebat di kelas Belajar Menulis PGRI ini dan atau seperti para
penulis yang sudah memiliki nama besar dan terkenal seantero Nusantara bahkan
mungkin juga di kenal oleh negara tetangga, seperti penulis Pramoedya Ananta
Toer, Andrea Hirata, Raditya Dika, Tere Liye, dan lain-lain.
Malam
ini, Jumat 4 Maret 2022 merupakan malam ke-4 bagi saya mengikuti kegiatan
Belajar Menulis PGRI dengan tema seperti yang ditampilkan di flayer kiriman
sang moderator kita Ibu Widyasetianingsih yang cantik dengan senyum yang
menarik untuk menemani kita mengupas materi dengan tema MENJADI PENULIS BUKU MAYOR yang
akan disampaikan oleh narasumber kita, yang selalu bersemangat untuk berdiskusi
tentang penulisan dan penerbitan buku. Beliau adalah Bapak Joko Irawan Mumpuni,
seorang Direktur Penerbitan, lulusan Universitas Brawijaya sekaligus juga
sebagai penerima Gelar Kehormatan dan Penghargaan Presales Hero 2021, dimana
saat ini beliau juga mengemban tugas lainnya yaitu sebagai Anggota Dewan
Pertimbangan IKAPI DIY, Ketua I IKAPI DIY, Penulis Buku bersertifikat BSNP dan
sekaligus juga sebagai Asesor BSNP. Begitu banyak tanggungjawab yang ada di
pundak Pak Joko Irawan Mumpuni dengan dunia penulisan dan penerbitan. Maka
benar yang dikatakan oleh ibu moderator, bahwa beruntung sekali malam ini,
peserta Belajar Menulis PGRI berkesempatan untuk berjumpa meski melalui virtual
untuk mendapatkan pencerahan dan belajar dari pak Joko terkait dengan penulisan
buku mayor. Melihat begitu banyak dan dalamnya pengalaman serta prestasi yang
pernah diperoleh beliau, yang hampir 20 tahun telah mengabdikan hidupnya untuk
berkecimpung di dunia penulisan dan penerbitan buku serta aktif di asosiasi
penerbit Indonesia.
Baiklah,
seperti biasa sebelum kita memulai pendalaman materi, peserta diminta untuk
melakukan absensi pada link http://bitly/3DbBNh6
dan juga memahami proses pelaksanaan kegiatan yang terbagi menjadi 4 sesi yang
meliputi pembukaan, pemaparan materi, tanya jawab dan terakhir penutup.
Diingatkan bahwa bagi peserta yang ingin bertanya, silahkan hubungi no
085954558358 dengan cara mencantumkan nama, asal kota, dan pertanyaan.
Salam
hangat penuh semangat kepada semua sahabat calon penulis hebat telah
disampaikan oleh moderator kita, Ibu Widyasetianingsih yang sungguh smart dan
berbakat, yang membuat narasumber kita Pak Joko Irawan Mumpuni pun setuju
dengan kalimat inspiratif dari sang moderator kita malam ini.
Setelah
menyampaikan salam dan Curiculum Vitae narasumber, maka waktu penyajian melalui
chatting di wa group diberikan sepenuhnya oleh moderator kepada narasumber.
Kalimat
pembuka dari narasumber, “ Yang Mayor bukan bukunya ya tapi Penerbitnya”
kalimat itu sepertinya menjadi benang
merah dari materi yang akan disajikan pak Joko.
Kalimat
tanya “Apa syaratnya pak” agar tulisan kita bisa diterbitkan oleh penerbit
mayor ?? .. Pertanyaan ini akan dijelaskan 90 menit ke depan oleh narasumber
yang dikemas dengan rapi dan diberi judul Writing Preneurship (Menulis Buku
yang Diterima Penerbit) … Wowww informasi yang sangat ditunggu penulis hebat,
demikian komen moderator.
Kupasan
awalpun disampaikan oleh narasumber tentang kriteria penerbit mayor dan
perbedaan dengan penerbit minor, seperti yang sudah banyak bermunculan saat
ini.
Dijelaskan
lebih lanjut, bahwa perbedaan antara penerbit mayor dan penerbit minor itu
terletak pada banyaknya jumlah terbitan buku pertahun, dimana penerbit mayor
memiliki jumlah terbitan jauh lebih banyak daripada penerbit minor. Disampaikan
oleh narasumber bahwa dari ribuan jumlah penerbit yang ada di Indonesia, namun
jumlah penerbit mayor sangat sedikit dan bisa dihitung dengan jari tangan atau
maksimal plus jari kaki, dimana salah satunya adalah Penerbit Andi. Penulis yang
karyanya diterbitkan oleh penerbit mayor, tentu merasa bangga karena naskah
karyanya akan dikelola lebih professional oleh penerbit mayor yang memiliki
fasilitas lebih baik terkait dengan modal, percetakan, SDM dan juga jaringan pemasarannya
yang lebih luas. Maka dari itu tingkat persaingan dan seleksi sangat ketat
dilakukan. Sebagai contoh penerbit Andi tiap bulan bisa masuk 300 sampai 500
naskah, sementara yang diterbitkan hanya 50 sampai 60 judul saja, dan yang lain
akan dikembalikan kepada penulis alias ditolak. Sehingga banyak penulis yang
akhirnya memutuskan untuk menerbitkan karyanya sendiri di penerbit Indie.
Sebagai
ice breaking narasumber bertanya dengan gambar di bawah ini :
"Melihat gambar ini, para peserta malam ini berada pada level yang mana hayoo"
mungkin
di level 4 pak, demikian tulis moderator .
Dengan
yakin, narasumber menyatakana bahwa semua peserta sudah di level paling atas,
namun karena kurang PD atau kurang nekad, maka karyanya tidak terbit, demikian
penguatan dari narasumber, yang mengajak peserta untuk berani menumbuhkan
keyakinan kita pasti bisa !!
Melalui
gambar di atas, dijelaskan tentang
pengertian penerbitan sebagai badan
usaha yang mencari keuntungan dengan melibatkan banyak pihak, seperti penyalur,
pembaca dan penulis. Dari pihak yang terlibat, penulis dimunculkan sebagai
bagian terpenting.
Bila
dibandingkan dengan negara tetangga, minat untuk membudayakan literasi di
Indonesia masih rendah, dan hal ini yang menjadi penghambat pertumbuhan
industri penerbitan di negara kita
Narasumber meminta peserta untuk menyimak sejenak 2 gambar di bawah ini terkait ciri-ciri penerbit yang baik dan imbalan yang diterima penulis bila karyanya berhasil tembus di penerbit mayor. Hayooo, siapa mau, dia pasti bisa dan pasti dapat, lumayan juga tuh, dalam hati ku berkata …
Untuk mengetahui syarat dan naskah seperti apa yang dapat berhasil tembus di penerbit mayor, silahkan simak pada gambar di bawah sebagai berikut
Dari
gambar tersebut, narasumber menegaskan bahwa naskah yang ditolak adalah naskah
yang temanya dan penulisnya tidak popular.
Tentu saja informasi ini menjadi penyemangat baru bagi penulis hebat untuk
semakin giat belajar dan berlatih menulis, jagar terwujud mimpinya untuk
menerbitkan karya terbit di penerbit mayor.
Dengan
pemaparan gambar sebalah kanan, peserta menjadi lebih jelas mengetahui sejauh apa potensi yang harus dimiliki, agar
berada di posisi kuadran “ tema popular, penulis popular”. Nah,
agar peserta dapat mengetahui, tema apa yang sedang popular dan disukai oleh
pembaca saat ini, bisa di cari melalui
Google Trend melalui link http://trends.google.co.id., dengan cara ketik tema yang ingin
kita ketahui, dan akan tampil hasil yang menunjukan tema tersebut sedang atau tidak popular lagi, dicontohkan tema batu
akik yang sempat populer 10 tahun silam dan tema pemasaran yang terus meningkat
karena disukai pembaca.
Sedangkan
untuk cara mericek apakah penulis
tersebut popular atau tidak popular, caranya dengan melacak profil penulis
dari berbagai sumber, seperti:
1. Melihat
berapa banyak teman/pengikutnya di sosial media
2. Melihat
seberapa aktif di grup yang diikuti (akan lebih baik kalau penulis ini sebagai
adminnya dengan jumlah anggota ratusan ribu)
3. Melihat
apakah penulis ini punya blog sendiri dan seberapa aktif dan bagimana repon
pembacanya
4. Terakhir
yang paling dicermati penerbit adalah Google Scholar
Berikut kita lihat beberapa tampilan dari google scholar yang dicermati oleh penerbit terkait dengan jumlah kutipan yang diperoleh, dari buku apa, dan terbitan mana semua dapat terlihat dengan jelas terbaca oleh penerbit.
Selanjutnya untuk menjawab pertanyaan tentang berapa oplah (jumlah cetakan) yang akan dibuat oleh penerbit tentu sangat tergantung pada pada kategori kuadran seperti dijelaskan pada gambar dibawah ini :
Maksudnya,
ilmu-ilmu murni akan memiliki lifecycle yang panjang, sampai bertahun tahun
buku itu cetak ulang terus karena laku dan tidak perlu direvisi, sedangkan
market lebar artinya banyak dibutuhkan oleh masyarakat, jika itu buku pelajaran
maka jumlah siswa/mahasiswanya sangat banyak. Sedikit narasumber juga
menyinggung tentang apa itu gaya selingkung melalui tayangan gambar dan gaya
selingkung apa yang digunakan penerbit Andi. Gaya selingkung adalah gaya pengutipan
dan penulisan daftar pustaka yang harus diterapkan secara konsisten, sedangkan
penerbit Andi sendiri menggunakan gaya selingkung semua yang ada di dunia.
Lebih lanjut narasumber menjelaskan tentang perbedaan penulis idealis dan penulis industriali dan penulis yang disukai penerbit, yang diperjelas dengan tayangan gambar di bawah ini :
Dan
sebagai pengobar semangat untuk peserta Belajar Menulis PGRI, narasumber kita
yang asyik banget ini memberikan pesan dari penulis terkenal, seperti :
1. Penulis
Terkenal Bapak Pramoedya Ananta Toer, yang berisikan pesan “Orang boleh pandai
setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat
dan dari sejarah”
2. Penulis Ahli Kitab Imam Al Ghazali “ Bila kau bukan anak raja, juga bukan anak besar, maka menulislah”
Demikian resume keempat yang dapat saya sajikan dari ulasan materi Menjadi Penulis Buku
Mayor pada pertemuan ke-21 kali ini.
Terimakasih
Semoga mimpi diterbitkan karya di penerbit mayor terwujud
BalasHapusTerimakasih pak
HapusSemangaat Bu Thereee.. 💪💪💪💪
BalasHapusMenulislah setiap hari dan buktikan apa yang terjadi .
BalasHapusYaitu mejadi penulis Mayor