MEMBANGUN KOMPETENSI MELALUI KURIKULUM PROTOTIPE
MEMBANGUN KOMPETENSI MELALUI KURIKULUM PROTOTIPE
Oleh:
Theresia Martini, S.Ag., M.M
Guru SMP
Negeri 6 Pangkalpinang
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, riset dan
teknologi (Kemendikbudristek) berencana menyempurnakan kurikulum 2013 ke
kurikulum prototipe. Kurikulum Prototipe
disebut-sebut sebagai solusi untuk memulihkan ketertinggalan belajar
imbas pandemik Covid-19. Dengan adanya perubahan
kurikulum kali ini, artinya pemerintah telah melakukan perubahan kurikulum yang
ke-11 kalinya. Adapun kurikulum yang telah mengalami perubahan sejak Indonesia
merdeka adalah kurikulum 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004,
2006, dan 2013. Pemerintah melakukan penyempurnaan kurikulum berkali-kali
tentunya memiliki alasan dan harapan yang lebih baik untuk pendidikan bangsa. Kita
ketahui, bahwa ketahanan suatu bangsa dan negara terletak di tangan generasi
penerus yang berkualitas dan penuh tanggungjawab. Dengan demikian pendidikan
merupakan salah satu formula tepat untuk menghasilkan output generasi muda yang
berkualitas di masa depan nanti. Tolok ukur dari pendidikan berkualitas adalah
kurikulum yang berkualitas. Karena kurikulum memiliki kedudukan yang sangat
strategis, yaitu sebagai otak dan jantungnya pendidikan. Kurikulum juga
memiliki peranan yang sangat penting, yaitu mengatur
dan mengarahkan agar tujuan pendidikan nasional
itu dapat tercapai. Baik buruknya kualitas pendidikan sangat tergantung
dan ditentukan pada eksistensi kurikulum yang berlaku.
Pandemi Covid-19 telah mempengaruhi banyak aspek
kehidupan, tidak terkecuali dunia pendidikan juga turut terdampak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek),
pandemi COVID-19 sangat berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran dalam
mencapai tujuan yang diharapkan. Hal ini terjadi dikarenakan belum maksimalnya
proses belajar mengajar yang berlangsung selama masa pandemik, sehingga
pembelajaran hanya dapat dilakukan melaui
daring/online. Tentunya kondisi tersebut mengakibatkan kurang maksimalnya
capaian kompetensi peserta didik di seluruh Indonesia. Pemulihan dan penyesuaian strategi pembelajaran di masa pandemi Covid-19
sangat penting dilakukan untuk mengatasi dampak kehilangan pembelajaran (learning loss). Karena dari hasil riset menunjukkan bahwa akibat
pandemi Covid-19 telah menimbulkan kehilangan pembelajaran (learning loss) literasi dan numerasi
yang cukup signifikan. Gambaran indikasi learning
loss yang terjadi pada siswa kelas 1 SD ke kelas 2 SD setalah satu tahun
pandemi menunjukkan angka secara signifikan sekali. Dari data yang diperoleh sebelum
terjadinya pandemi, kemajuan belajar dari kelas 1 SD ke kelas 2 SD selama satu
tahun adalah sebesar 129 point untuk literasi dan 78 point untuk numerasi,
namun secara signifikan setelah pandemi kemajuan belajar dari kelas 1 SD ke
kelas 2 SD menjadi 72 point untuk literasi dan 34 point untuk numerasi.
Menghadapi kondisi genting tersebut di atas dengan
indikasi learning loss literasi dan numerasi yang signifikan, pemerintah dalam hal ini melakukan beberapa
terobosan antara lain dengan menyederhanakan Kurikulum 2013 menjadi kurikulum
darurat dalam rangka pemulihan pembelajaran sebagai bagian dari mitigasi
hilangnya pembelajaran (learning loss) di masa pandemi. Dampak positif
penerapan kurikulum darurat menjadi dasar dibukanya opsi bagi kurikulum
prototipe yang bersifat sukarela bagi satuan pendidikan. Dalam keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020
tentang pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam kondisi
khusus. Satuan pendidikan dalam kondisi khusus
dapat menggunakan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta
didik. Pelaksanaan kurikulum pada kondisi khusus bertujuan untuk memberikan
fleksibilitas bagi satuan pendidikan untuk menentukan kurikulum yang sesuai
dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik. Satuan pendidikan pada
kondisi khusus dalam pelaksanaan pembelajaran dapat memilih opsi kurikulum yang
akan digunakan 1) tetap mengacu pada Kurikulum Nasional; 2) menggunakan
kurikulum darurat; atau 3) melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri.
Kurikulum darurat (dalam kondisi khusus) yang disiapkan oleh Kemendikbud
merupakan penyederhanaan dari kurikulum nasional. Pada kurikulum tersebut
dilakukan pengurangan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran sehingga
guru dan siswa dapat berfokus pada kompetensi esensial dan kompetensi prasyarat
untuk kelanjutan pembelajaran di tingkat selanjutnya. Kemendikbud juga
menyediakan modul-modul pembelajaran untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan
Sekolah Dasar (SD) yang diharapkan dapat membantu proses belajar dari rumah
dengan mencakup uraian pembelajaran berbasis aktivitas untuk guru, orang tua,
dan peserta didik. “Dari opsi kurikulum yang dipilih, catatannya adalah siswa
tidak dibebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan
kelas maupun kelulusan, dan pelaksanaan kurikulum berlaku sampai akhir tahun
ajaran,” tegas Mendikbud.
Keuntungan dari kurikulum
prototipe dijelaskan Zulfikri, yaitu: guru tidak dikejar-kejar target materi
pembelajaran yang padat, guru lebih fokus pada materi esensial yang
berorientasi pada kebutuhan dan penguatan karakter siswa, metode
pembelajarannya lebih bervariasi, situasi belajar lebih menyenangkan bagi guru
dan siswa, serta guru diberi kesempatan untuk mengeksplor potensi siswa lewat
berbagai inovasi pembelajaran. “Kurikulum prototipe berbasis kompetensi
statusnya semacam model. Model untuk pilihan di mana guru dan murid tidak
merasa terlalu terbebani. Penyempurnaan dari kurikulum darurat, di kurikulum
prototipe ini (strukturnya) lebih ditata selain disedehanakan juga,” jelas
Zulfikri. Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda,
mendukung berbagai terobosan Kemendikbudristek yang terus menyempurnakan model
kurikulum. “Untuk percepatan kenaikan kompetensi peserta didik kita, maka
kurikulum prototipe jawabannya. Tercatat, selama 1,5 tahun ini, sekolah yang
menggunakan kurikulum darurat, learning loss-nya tidak terlalu parah dibanding
sekolah yang tetap menggunakan kurikulum 2013 baik secara kuantitas dan
kualitas,” ungkapnya.
Kemendikbudristek juga telah
melakukan pengawasan dan evaluasi penerapan kurikulum darurat yang disebut
dapat mengurangi dampak learning loss akibat pandemi secara signifikan. Studi
Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) menunjukkan bahwa
siswa pengguna kurikulum darurat mendapat capaian belajar yang lebih baik
daripada pengguna Kurikulum 2013 secara penuh, terlepas dari latar belakang
sosio-ekonominya. Bila kenaikan hasil belajar itu direfleksikan ke proyeksi
learning loss numerasi dan literasi, penggunaan kurikulum darurat dapat
mengurangi dampak pandemi sebesar 73 persen (literasi) dan 86 persen
(numerasi). “Saat penerapan kurikulum darurat, terjadi mitigasi 73 persen dari
learning loss. Dan ini dilanjutkan dengan kurikulum prototipe pemulihan
pembelajaran yang menjadi dasar untuk pengembangan kurikulum prototipe. Selama
dua tahun, yaitu tahun 2022 sampai dengan 2024 sekolah dapat menerapkan
kurikulum prototipe ini. Untuk kemudian akan kita evaluasi kembali," tutur
Zulfikri. Sehingga dalam waktu dekat Kemendikbudristek segera menawarkan opsi
kebijakan kurikulum untuk pemulihan pembelajaran. Opsi kurikulum yang
ditawarkan adalah kurikulum prototipe yang mendorong pembelajaran yang sesuai
dengan kemampuan siswa, serta memberi ruang lebih luas pada pengembangan
karakter dan kompetensi dasar. “Di tahun depan tidak ada kebijakan
kurikulum baru, tetapi kebijakan pemulihan pembelajaran akibat pandemi. Dalam
dua tahun ke depan, kurikulum yang disederhanakan akan terus dievaluasi sambil
memperkenalkan kepada seluruh masyarakat," tutur Zulfikri.
Dengan adanya tawaran opsi
kebijakan kurikulum untuk pemulihan pembelajaran yang dapat mendorong
pembelajaran sesuai dengan kemampuan siswa dengan memberi ruang lebih luas pada
pengembangan karakter dan kompetensi dasar peserta didik maka kurikulum
prototipe sebagai paradigma baru kurikulum di Indonesia sungguh selaras dengan
dengan program merdeka belajar, karena pada kurikulum protipe memusatkan
pembelajaran pada peserta didik dan tidak hanya bertumpu pada target materi
namun lebih menekankan pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) dengan menitik beratkan pada materi yang
lebih esensial sehingga pembelajaran menjadi lebih baik dan menarik sekaligus
dapat meningkatkan karakter siswa. Dengan sistem pembelajaran demikian
diharapkan potensi peserta didik semakin lebih tergali dengan berbabagi
kesempatan belajar yang menyenangkan sehingga dengan sejuta harapan lerning
loss selama 2 tahun belakangan ini sebagai dampak dari pandemi Covid-19 dapat
diminimalisir dan bahkan dapat dicegah sehingga mimpi kita bersama untuk
menciptakan generasi berkualitas sungguh dapat direalisasikan dan bukan hanya
isapan jempol belaka sekaligus dapat mematahkan opini latah “Ganti pemerintah,
ganti pula kurikulum”. Seyogyanyalah para guru saat ini mempersiapkan diri
untuk menyongsong paradigma baru kurikulum prototipe untuk demi kemajuan
pendidikan di Indonesia dengan Merdeka Belajar.
***
Komentar
Posting Komentar